Minggu, 10 Mei 2009

STUDI ETNOGRAFI DALAM KUALITATIF

Eko Budi P

STUDI ETNOGRAFI DALAM KUALITATIF

1. Tinjauan Etnografi

Dewasa ini metode etnografi merupakan salah satu metode yang banyak digunakan peneliti dalam menggambarkan suatu kebudayaan atau masyarakat pada komunitas tertentu. Geertz, pernah mengatakan, ”Jika kita ingin mengetahui apakah yang disebut dengan ilmu, maka pertama-tama bukanlah memahami teori atau temuan-temuannya, melainkan apa yang dipraktikkan oleh peneliti tersebut”. Diakhirnya ia selingi dengan perkataan “Praktik itulah yang disebut sebagai etnografi”.

Etnografi adalah pendekatan empiris dan teoretis yang bertujuan mendapatkan deskripsi dan analisis mendalam tentang kebudayaan berdasarkan penelitian lapangan (fieldwork) yang intensif. Menurut Geertz (1973) etnograf bertugas membuat thick descriptions (pelukisan mendalam) yang menggambarkan ‘kejamakan struktur-struktur konseptual yang kompleks’, termasuk asumsi-asumsi yang tak terucap dan taken-for-granted (yang dianggap sebagai kewajaran) mengenai kehidupan. Seorang etnografer memfokuskan perhatiannya pada detil-detil kehidupan lokal dan menghubungkannya dengan proses-proses sosial yang lebih luas.

2. Data dan Analisis Etnografi

Dalam etnografi, data yang tampil sesungguhnya sudah mengalami proses seleksi. Sekurang-kurangnya ada dua proses seleksi terhadap data yang akan tampil dalam etnografi. Pertama, observasi di lapangan dibentuk oleh peneliti dalam arti apa yang ia lihat dan di lapangan sudah diseleksi berdasarkan “persamaan” dengan peneliti. Persamaan yang dimkasudkan disini adalah perbedan yang mendasar antara teoritik dengan kenyataan di lapangan. Misalkan Kendal di lapangan, peneliti laki-laki yang tidak bisa bertemu informan perempuan, lebih mendahulukan perempuan dalam setiap aktifitas dan tentunya masih anyak kendala lainya.

Kedua, data tersebut dipilih lagi untuk kepentingan analisa. Artinya tidak semua data yang kita dapatkan di lapangan akan dimunculkan dalam etnografi. Artinya sebuah etnografi sesungguhnya membuahkan sebuah argumen. Dengan demikian, bila membaca etnografi, sesungguhnya kita akan berhadapan dengan identifikasi atas klaim atau kesimpulan serta melakukan evaluasi dengan melalui data-data yang dimunculkan sebagai pendukung dalam mengambil suatu kesimpulan .

Bukti-bukti yang digunakan dalam etnografi

Bukti yang digunakan dalam etnografi terbagi menjadi dua kateori yakni mengenai pernyataan verbal dari anggota-anggota masyarakat dan pengamatan atas tindakan-tindakan sosial.

Bukti bukti verbal dalam tataran praktis ialah menciptakan klaim atas suatu tindakan terhadap suatuke budayaan dan data non-verbal membuat klaim atas kenyataan yang ditemui di lapangan. Sebenarnya dalam menafsirkan mode berpikir kelompok sosial tertentu, praktisi etnografi selalu berlandaskan pada bukti kuat yang ditemukan dilapangan,ini smeu dilakukan sebagai upaya menghindari anggapan eksklusif terhadap data lingusiti. Tindakan verbal termasuk termasuk apa yang dikatakan orang tentang dunia (kategori kultural) dan apa yang dikatakan orang bagaimana seseorang harus bertindak (norma).

Bukti lain yang digunakan dalam etnografi adalah pengamatan terhadap tindakan social dengan memanfaatkan simbol lain untuk mencapai tujuan yang sama. Maksudnya adalah pemanfaatan ekspresi warga masyarakat atau komunitas tertentu untuk mengkonkritkan berbagai simbol menjadi objek material. Misalkan etnografer bisa saja dalam penelitianya memanfaatkan simbol – simbol selain disamping menggunakan kata-kata seperti memanfaatkan media baju, seragam bendera.

Terakhir, untuk mendukung klaimnya terhadap tindakan seseorang peneliti memanfaatkan bukti-bukti yang berbeda pula, misalkan dengan memanfaatkan pegamatan dari interaksi antar individu dari suatu komunitas pada situasi-situasi tertetnu atau peneliti memanfaatkan data statistic untuk meliha frekuensi dari tindakan seseorang dari suatu area tertentu.

3. Langkah-langkah Etnografer

Sebagai sebuah model, tentu saja etnografi memiliki karakte­ristik dan langkah-langkah tersendiri. Langkah yang dimaksud adalah seperti dikemukakan Spradley (1997) dalam buku Metode Etnografi, sebagai berikut:

Pertama, menetapkan informan. Ada lima syarat minimal untuk memilih informan, yaitu: (a) enkulturasi penuh, artinya mengetahui budaya miliknya dengan baik, (b) keterlibatan langsung, artinya (c) suasana budaya yang tidak dikenal, biasanya akan semakin menerima tindak budaya sebagaimana adanya, dia tidak akan basa-basi, (d) memiliki waktu yang cukup, (e) non-analitis.

Kedua, melakukan wawancara kepada informan. Sebaiknya dilakukan dengan wawancara yang penuh persahabatan. Pada saat awal wawancara perlu menginformasikan tujuan, penjelasan etno­grafis (meliputi perekaman, model wawancara, waktu dan dalam suasana bahasa asli), penjelasan pertanyaan (meliputi pertanyaan deskriptif, struktural, dan kontras). Wawancara hendaknya jangan sampai menimbulkan kecurigaan yang berarti pada informan.

Ketiga, membuat catatan etnografis. Catatan dapat berupa laporan ringkas, laporan yang diperluas, jurnal lapangan, dan perlu diberikan analisis atau interpretasi. Catatan ini juga sangat fleksibel, tidak harus menggunakan kertas ini itu atau buku ini itu, melainkan cukup sederhana saja. Yang penting, peneliti bisa mencatat jelas ten­tang identitas informan.

Keempat, mengajukan pertanyaan deskriptif. Pertanyaan ini digunakan untuk merefleksikan setempat. Pada saat mengajukan pertanyaan, bisa dimulai dari keprihatinan, penjajagan, kerja sama, dan partispasi. Penjajagan bisa dilakukan dengan prinsip: membuat penjelasan berulang, menegaskan kembali yang dikatakan informan, dan jangan mencari makna melainkan kegunaannya.

Kelima, melakukan analisis wawancara etnografis. Analisis dikaitkan dengan simbol dan makna yang disampaikan informan. Tugas peneliti adalah memberi sandi simbol-simbol budaya serta mengidentifikasikan aturan-aturan penyandian dan mendasari.

Keenam, membuat analisis domain. Peneliti membuat istilah pencakup dari apa yang dinyatakan informan. Istilah tersebut seharus­nya memiliki hubungan semantis yang jelas. Contoh domain, cara­cara untuk melakukan pendekatan yang berasal dari pertanyaan: “apa saja cara untuk melakukan pendekatan”.

Ketujuh, mengajukan pertanyaan struktural. Yakni, pertanyaan untuk melengkapi pertanyaan deskriptif. Misalkan, orang tuli menggu­nakan beberapa cara berkomunikasi, apa saja itu?

Kedelapan, membuat analisis taksonomik. Taksonomi adalah upaya pemfokusan pertanyaan yang telah diajukan. Ada lima langkah penting membuat taksonomi, yaitu: (a) pilih sebuah domain analisis taksonomi, misalkan jenis penghuni penjara (tukang peluru, tukang sapu, pemabuk, petugas elevator dll.), (b) identifikasi kerangka substitusi yang tepat untuk analisis, (c) cari subset di antara beberapa istilah tercakup, misalkan kepala tukang kunci: tukang kunci, (d) cari domain yang lebih besar, (f) buatlah taksonomi sementara.

Kesembilan, mengajukan pertanyaan kontras. Kita bisa menga­jukan pertanyaan yang kontras untuk mencari makna yang berbeda, seperti wanita, gadis, perempuan, orang dewasa, simpanan, dan sebagainya.

Kesepuluh, membuat analisis komponen. Analisis komponen sebaiknya dilakukan ketika dan setelah di lapangan. Hal ini untuk menghindari manakala ada hal-hal yang masih perlu ditambah, segera dilakukan wawancara ulang kepada informan.

Kesebelas, menemukan tema-tema budaya. Penentuan tema budaya ini boleh dikatakan merupakan puncak analisis etnografi. Keberhasilan seorang peneltii dalam menciptakan tema budaya, berarti keberhasilan dalam penelitian. Tentu saja, akan lebih baik justru peneliti mampu mengungkap tema-tema yang orisinal, dan bukan tema-tema yang telah banyak dikemukakan peneliti sebelum­nya.

Keduabelas, menulis etnografi. Menulis etnografi sebaiknya dilakukan secara deskriftif, dengan bahasa yang cair dan lancar. Jika kemungkinan harus berceritera tentang suatu fenomena, sebailrnya dilukiskan yang enak dan tidak membosankan pembaca.

4. Teknik pengumpulan data

Menurut kontraningrat (1961) teknik pengmumpulan data dapat dibagi menjadi sembilan :

1. Pengamatan

2. Pengamatan dengan menceburkan diri kedalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan suku bangsa yang menjadi objek penyelidikan atau participant observer methode

3. wawancara yang bebas

4. wawancara terpimun

5. pengedaran daftar pertanyaan

6. mencatat pembicraan para informan atau orang di dalam masyarakat secara tepat atau text recording

7. pencatatan biografi-biografi dari anggota-anggota masyarakat yang menjadi objek penelitian

8. menggunakan test psikologis

9. menghitung danmencatat angka-angka statistic dari peritiwa dak aktivitas masyarakat dan kebudayaan atau stastical methods

5. Deskripsi dan Interpretasi

Dalam kajian etnografi kerapkali terjadi kesalahan pemaknaan antara deskripsi dan penafsiran. Jika merujuk padapendapat Geertz , beliau membedakan antara keduanya dengan istilah “thin description” dan “thick description”. Thin lebih menenkankan terhadap melukiskan tindakan-tindakan dalam gerak-gerik fisik seperti yang tampak oleh mata manusia atau mata kamera. Sedangkan Thick ia maknai sebagai deskripsi mendalam untuk memahami kerangka penafsiran yang di dalamnya terdapat klasifikasi tindakan dan makna. Artinya deskripsi mendalam ditujukan untuk memahami satu struktur yang rumit dalam pengertian bagaimana seseorang memiliki dan membaca tindakan-tindakan sosial dalam masyarakat.

Ada lima jenis pengumpulan sample yang biasa dilakukan etnografer dalam penelitian etnografi: (1) seleksi sederhana, seleksi hanya focus pada satu kriteria, misalkan tempat; (2) seleksi komprehensif, artinya dilihat atas kasus, tahap, dan unsur yang relevan; (3) seleksi quota, seleksi ini dilakukanjika populasi dalam jumlah yang besar; (4) seleksi menggunakan jaringan, seleksi dengan memanfaatkan responden (pelaku kebudayaan) sebagai informan (5) seleksi dengan perbandingan antarkasus, seleksi ini membandingkan terhadap fenomena kasus yang muncul, yang kemudian kasus-kasus tersebut dikelompokan berdasarkan ciri-ciri tertentu.


DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan, (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta

Geertz, C., (1973), The Interpretation of Culture, New York: Basic Books.

Kontjaraningrat, (1961).Metode-metode antropologi dalam penyelidikan penyelidikan masyarakat dan keudayaan Indonesia: Jakarta:Penerbit ( )

Mulyana, Deddy. (2001), metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT remaja Rosdakarya

Spradley, James P, (1997), Metode Etnografi. Yogyakarta: PT tiara Wacana

0 komentar:


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Energy News.